LPD Penarungan “Goes To Banjar” Mewujudkan Inklusivitas Keuangan dan Gerakan Literasi Digital

Memperkenalkan produk sudah pasti. Menjaring nasabah sudah pasti. Muatan digitalisasi adalah hal tersendiri.

LPD Penarungan “Goes To Banjar” yang berlangsung sejak tanggal 15 Januari – 1 Februari 2025 telah berlangsung sebanyak 3 putaran. Langkah yang diambil LPD Penarungan sebagai salah satu inisiatif baik untuk mendekatkan LPD.

Masayarakat adat di wilayah Desa Adat Penarungan harus berperan serta dalam proses kemajuan ini sebagai salah satu cara agar tidak tergerus dengan kemajuan zaman. Mengutip dari Ketua BKS-LPD Provinsi Bali, Drs. I Nyoman Cendikiawan, SH., M.Si., bahwa LPD adalah lembaga keuangan dengan teknologi barat tetapi berjiwa timur.

LPD sebagai bagian tak terpisahkan dari keberadaan lembaga Desa Adat adalah salah satu contoh wujud kedaulatan ekonomi masyarakat adat yang terkelola secara mandiri dari, oleh, dan untuk Desa Adat.

Sebagai manifestasi dari “berteknologi barat tapi berjiwa timur,” aspek operasional, bisnis, layanan, dan kepatuhan LPD telah dapat dicapai melalui penerepan sistem yang dapat mengikuti perkembangan zaman. m-Pise digital adalah platform yang sudah tersedia dan dapat digunakan untuk mewujudkan cita-cita pendirian LPD untuk memajukan perekonomian krama Bali.

Salah satu inisiatif untuk memperkenalkan produk dan layanan LPD telah dan sedang dilakukan oleh LPD Penarungan. Melakukan literasi digital kepada ibu-ibu yang tersebar di 8 banjar adalah sebuah laku suci yang agung.

Menyadari pemanfaatan m-Pise Digital oleh masyarakat sebagai layanan LPD masih rendah, maka perlu dilakukan sosialisasi langsung. Memperkenalkan produk sudah pasti. Menjaring nasabah sudah pasti. Muatan digitalisasi adalah hal tersendiri.

Di tengah literasi digital yang belum merata, maka prosesnya harus dimulai yang paling mendasar. Sekedar untuk memberikan edukasi tentang produk-produk dan layanan LPD Digital dan mengenal apa itu aplikasi.

Percepatan dan penguatan digitalisasi LPD merupakan konsekuensi logis dari lembaga-lembaga keuangan mikro. Literasi digital mungkin bukan tanggung jawab lembaga ini semata. Namun, jika itu tidak mereka lakukan hanya akan berhenti pada pertanyaan, “Siapa yang akan melakukan?”